Senin, 15 Oktober 2012

usul penelitian






1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu  mendambakan untuk memiliki keluarga yang  lengkap dan bahagia yang  dihasilkan dari pernikahan yang bahagia pula, akan tetapi  banyak faktor yang menyebabkan individu tersebut tidak dapat memujudkan rumah tangga yang bahagia, menurut Hassan Shadilly (1984:242) keawetan umur sebuah  rumah tangga ditentukan oleh penyesuaian sifat perseorangan suami istri itu sendiri terhadap pasangannya setelah menikah, bentuk keluarga serta cara pasangan itu bertemu atau cara mereka mencari jodoh, sehingga apabila individu tersebut tidak memperhatikan faktor-faktor tersebuat, ia akan mengalami disorganisasi keluarga.
Menurut Goode (1991:184) disorganisasi keluarga adalah pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secukupnya.
Suatu individu yang mengalami disorganisasi keluarga akan menjadi bahan gunjingan umum, karena keluarga tersebut dinilai masyarakat telah mengalami beberapa hal negatif yang menyebabkanya mengalami diorganisasi keluarga. 
Disorganisasi keluarga  atau yang pada saat ini lebih dikenal dengan konsep “Broken Home”, bisa disebabkan oleh banyak hal menurut Goode (1991:184-185), diantaranya yaitu :
1.      Ketidaksahan.
Ini merupakan unit keluarga yang tak lengkap, ketidaksahan adalah dimana seorang anak lahir dari hubungan diluar pernikahan dan tidak memiliki ayah yang syah secara hukum, dan pada saat ini anak tersebut pada masyarakat kita disebut “anak haram”. Menurut Goode ketidaksahan adalah hal memalukan dan berdampak pada anak yang dilahirkan memiliki anak yang sosialisasinya tidak sempurna.
2.      Pemabatalan, perpisahan, perceraian, dan meninggalkan.
Penyebab disorganisasi keluarga disini disebabkan karena salah satu atau kedua  pasangan itu memutuskan untuk saling meninggalkan, dan demikian berhenti melaksanakan kewajiban  peranannya.
3.      ”Keluarga selaput kosong”.
Disini anggota-anggota keluarga tetap tinggal bersama tetapi tidak saling menyapa atau bekerjasama satu dengan yang lain dan terutama gagal memberikan hubungan emosional satu kepada yang lain.

4.      Ketiadaan seseorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan.
Beberapa keluarga mengalami diorganisasi karena pasangan telah meningggal, dipenjarakan, atau terpisah dari keluarga karena peperangan, depresi atau malapetaka yang lain.
5.      Kegagalan peran penting yang tak diinginkan.
Malapetaka dalam keluarga mungkin mencakup penyakit mental, emosional atau badaniah yang parah.
Berbagai penyebab diorganisasi keluarga ini kemudian melahirkan babak kehidupan baru, seperti terjadinya peran baru yang disebut single parent.
Seorang single parent memiliki serangkaian masalah khusus. Hal ini umumnya disebabkan karena hanya ada satu orang yang bertanggung jawab membesarkan anak. Hanya ada sedikit sifat positif yang ada dalam diri suatu keluarga dengan satu orang tua dibandingkan dengan keluarga dengan orang tua tunggal. Orang tua tunggal ini menjadi lebih penting bagi anak dan perkembangannya karena orang tua tunggal ini tidak mempunyai patner dalam menjalankan fungsi dari sebuah keluarga.
Pilihan untuk menjadi orang tua tunggal adalah pilihan yang sangat berat, untuk ini mereka juga harus siap menerima reaksi negatif dari orang-orang sekitar mereka terlebih untuk  wanita untuk menjadi orang tua tunggal itu tidaklah mudah, selain harus menerima reaksi negatif dari orang sekitar mereka.
Pada wanita single perent seringkali terlalu dibebani dengan masalah ekonomi, mereka cenderung tidak memliki uang untuk menikmati hidup .
Para wanita Single Parent  ini selma masa perkawinan umumnya tergantung secara ekonomi pada suaminya, selain itu para wanita single parent tidak bisa memikirkan dirinya sendiri karena terlalu banyak pikiran yang tercurah untuk anak-anaknya.
Terlepas dari penyebab terjadinya single parent tersebut diperlukan dukungan untuk mereka, terlebih dukungan dari orang-orang sekitar mereka.
Fenomena single parent dan segala permaalahannya seperti:
·         Masalah ekonomi, dimana single parent tersebut cenderung tidak memliki uang karena selama masa perkawinan para wanita ini tergantung secara ekonomi pada suaminya
·         Ketiadaan patner dalam menjalankan fungsi dari sebuah keluarga
·         Masalah dengan lingkugan, dimana single parent harus siap menerima reaksi negatif dari orang-orang sekitar mereka terlebih untuk  wanita untuk menjadi orang tua tunggal itu tidaklah mudah
juga terjadi di desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin kabupaten Pesawaran, walaupun tidak ada data sfesifik mengenai jumlah single parent karna pada umumnya warga tidak melaporkan prihal perubahan status pernikahan mereka .
Terkait dengan itu, fenomena single parent di desa Sidodadi ini perlu menjadi perhatian guna segera dicari jalan penyelesainnya, serta perlunya gambaran mengenai kondisi single parent di pedesaan realtif baru, untuk itu menarik untuk dilakukan penelitian guna mendapatkan informasi secara ilmiah tentang potret wanita single parent di desa Sidodadi.
B. Rumusan Masalah 
Bagaimana potret single parent di desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin-kabupaten Pesawaran dilihat dari penyebab dan akibat ?
C. Tujuan Penelitian
Mengkaji dan menganalisis potret single parent di desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin-kabupaten Pesawaran dilihat dari penyebab dan akibatnya.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi empirik dan pengetahuan seputar potret kehidupan single parent di pedesaan dan  hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan tentang ilmu sosial khususnya pada disiplin ilmu sosiologi keluarga.
2. Kegunaan praktis
·         Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi orangtua tunggal agar dapat sebisa mungkin memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari statusnya yang single parent.
·         Hasil penelitian ini dihrapkan dapat membantu memberikan alternatif informasi, bahan referensi serta  sebagai sumber  awal bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik meniliti mengenai single parent maupun penelitian yang berbeda namun terkait dengan penelitian ini.
















II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Potret
Potret menurut Hartono (1997:789) merupakan gambaran sebuah keadaan yang fluktuatif, sedangkan yang dimaksud potret oleh peneliti dalam penelitian ini adalah gambaran single parent di desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin kabupaten Pesawaran dilihat dari penyebab dan akibatnya.
B. Tinjauan Tentang Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Menurut Hassan Shadily (1984 :244) keluarga adalah perserikatan yang kekal dan keluarga dalam arti sesungguhnya adalah keluarga yang memiliki anak, dimana adanya keluarga ini penting sekali artinya bagi sosialisasi dan pendidikan anak tersebut sebagai anggota masyarakat. 
2. Ciri-ciri dan Sifat Keluarga
Keluarga menurut Suparlan (1990:12-13) memiliki ciri-ciri umum dan ciri-ciri khusus, ciri umum keluarga yaitu :
1. Keluarga merupakan susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan yaitu pertalian antara suami dan istri ; darah atau adopsi yang merupakan pertalian antara orangtua dan anak.
2. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga atau jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.
3. Keluarga merupakan satu kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial.
4. Perkawinan pada dasarnya merupkan penyatuan dari dua orang yang masing-masing mempunyai sejarah sendiri-sendiri dan juga merupakan gabungan dari pola-pola kebudayaan yang disalurkan melalui dua sisi keluarga yang dalam interaksinya dengan kebudayaan–kebudayaan luar menimbulkan pola-pola kebudayaan yang berbeda dari setiap keluarga baru.        
Masih menurut Suparlan (1990:30-33) ciri-ciri khusus keluarga adalah sebagai berikut:
1.  Kebersamaan keluarga merupakan bentuk yang hampir universal.
2. Dasar-dasar emosional. Hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan-dorongan yang sangat mendalam dari sifat organis manusia.
3. Pengaruh perkembangan: hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan yang paling awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi, termasuk manusia dan pengaruh perkembangan yang paling besar dalam kesadaran hidup yang sama merupakan sumbernya.
4. Ukuran yang terbatas.keluarga merupakan kelompok yang terbatas ukurannya, yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis yang tidak dapat lebih tanpa kehilangan identitasnya.
5. Posisi inti dalam struktur sosial keluarga merupakan inti dari organisasi sosial lainnya.
6. Tanggung jawab para anggota: keluarga memiliki tuntutan–tuntutan yang lebih besar dan kontinyu daripada yang biasa dilakukan oleh asosiasi-asosiasi lainnya.     
7. Aturan kemasyarakatan: hal ini khususnya terjaga dengan adanya hal-hal yang tabu dalam masyarakat dan aturan-aturan sah yang dengan kaku menentukan kondisi-kondisinya.
8. Sifat kekelan dan kesementaraannya: sebagai institusi keluarga merupakan sesuatu yang demikian permanen, universal dan sebagai asosiasi merupakan organisasi yang paling bersifat sementara serta yang paling mudah berubah dari seluruh organisasi-organisasi penting lainnya dalam masyarakat. 
Menurut pendapat Hassan Shadily (1984:278) keluarga memiliki sifat istimewa yang berlaku pada masyarakat manapun dalam hal:
1. Mengadakan hubungan seks antara suami-istri, sehingga ada perkataan bahwa perkawinan menjadi sempurna setelah diadakan hubungan seks.
2. Cara perkawinan yang disyahkan oleh latar belakang budaya suami–istri itu sendiri untuk memperkekalkan hubungan suami-istri itu dan keturunannya, maksudnya adalah misalkan suami-istri yang menikah secara Islam, maka pernikahan merekapun dianggap syah oleh masyarakat.
3. Adat-istiadat daerah atau golongan selanjutnya mengatur hubungan keturunan seterusnya mengenai nama, ahli waris dan sebagainya yang dalam hal ini di Indonesia teristimewa mengenai ahli waris, mengikuti peraturan-peraturan agama besar yang dipeluknya.
4. Keluarga inti ini merupakan sistim kerjasama antara suami-istri dan keturunan dan merupakan pendidikan yang penting dalam sosialisasi anak-anak yang dibesarkan.  
3. Bentuk-Bentuk Keluarga
Menurut Goode (1991:89) berbagai macam bentuk keluarga mempengaruhi interaksi keluarga, misalkan pengaruhnya pada berkurang atau bertambah eratnya hubungan sosial antar anggota-anggota kelompok dan sanak keluarga, sedangkan menurut Ihromi (2002:106-107) dalam setiap masyarakat memiliki bentuk yang berbeda antara satu dengan yang lain hal itu tergantung dimana keluarga tersebut berada. Bentuk disini dapat dilihat dari  beberapa segi yaitu :
Bila dilihat dari jumlah anggota keluarga :
a.              Keluarga Batih (Nuclear Family)
Keluarga batih adalah kelompok yang terdiri dari dari ayah, ibu dan anak-anaknya yang belum menikah. Nama lain dari bentuk keluarga semacam ini adalah keluarga conjungnal.
Menurut Soerjono Soekanto (1992:85) fungsi pokok keluarga batih adalah:
·         Sebagai wadah berlangsungnya sosialisasi primer, yakni dimana anak-anak dididik untuk memahami dan mematuhi kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
·         Sebagai unit untuk mengatur hubungan seksual yang semestinya.
·         Sebagai unit sosial ekonomi yang membentuk dasar kehidupan sosial ekonomi bagi anak-anaknya.
·         Sebagai tempat berlindung bagi anggotanya.
Menurut Soerjono Soekanto lebih lanjut  (1992:23), keluarga batih memiliki peran sebagai berikut:
·         Sebagai pelindung pribadi-pribadi anggota keluarga dimana ketentraman dan kertibaban diperoleh dalam wadah tersebut.
·         Merupakan unit sosial-ekonomi yang secara materil memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggotanya.
·         Menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup.
·         Merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kiadah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku di masyrakat.
Sedangkan menurut Goode (1991:106) keluarga batih memiliki kelebihan diantaranya adalah :
·         Keluarga batih tidak terlalu bergantung dengan pertolongan keluarga luas.
·         Kedekatan antar anggota keluraga lebih tajam dan dalam
Dan kekurangan keluarga konjungnal menurut Goode (1991:106) adalah angka perceraian pada bentuk keluarga ini adalah cenderung tinggi.
b.             Keluarga Luas (Extended Family)
Keluarga luas adalah keluarga yang terdiri dari semua orang yang berketuranan dari kakek dan nenek yang sama termasuk keturunan masing-masing istri dan suami. Dengan kata lain keluarga luas adalah keluarga batih ditambah kerabat lain yang memiliki hubungan erat dan senantiasa dipertahankan. Sebutan keluarga yang diperluas digunakan bagi suatu sistem yang masyrakatnya menginkan generasi yang hidup dalam satu atap rumah tangga.
Berikut ini adalah kelebihan yang dimiliki oleh keluarga luas menurut Goode (1991:102):
·         Setiap anggota keluarga dengan mudah mendapatkan pertolongan anggota kelompok lain, mengingat begitu banyaknya jumlah anggota keluarga di keluarga ini.
·         Umur pernikahan umumnya lebih awet atau mampu bertahan secara lama daripada keluarga batih.
·         Dari segi ekonomi keluarga luas lebih menguntungkan apabila ada anggota keluarga lain yang membutuhkan bantuan ekonomi. 
Lebih lanjut Goode (1991:107-108) mengatakan bahwa keluarga luas juga memiliki kekurangan yaitu :
·         Diperlukan individu yang mampu mengatur dan memimpin.
·         Biaya hidup lebih besar bagi anggota keluarga yang diharapkan mampu menolong anggota keluarga lainnya yang sedang kesulitan .
·         Harus memastikan bahwa tanah atau modal lainnya adalah milik sendiri guna menunjang keluarga besar itu agar tetap berdiri hingga generasi selanjutnya.

Sedangkan bila dilihat dari system yang digunakan :
a.       Keluarga Pangkal (Steam Family)  
Keluarga pangkal adalah jenis keluarga  yang menggunakan sistem pewarisan kekayaan pada satu anak yang paling tua. Keluarga pangkal ini banyak terdapat di Eropa zaman feodal.
Pada masa tersebut anak-anak yang paling tua bertanggung jawab pada adik-adik perempuannya hingga menikah, begitu juga pada anak laki-laki lainnya.Dengan demikian ,keluarga ini memusatkan kekayaan hanya pada satu orang .  
b.      Keluarga Gabungan (Joint Family)
keluarga gabungan yaitu keluarga yang terdiri dari orang-orang yang berhak atau milik keluarga, disini ditekankan pada keluarga laki-laki walau saudara laki-laki itu terpisah, mereka menganggap sebagai satu keluarga gabungan dan tetap menghormati kewajiban bersamanya.
Selain bentuk-bentuk keluarga diatas terdapat bentuk keluarga lainnya yaitu :
Bentuk keluarga berdasarkan susunannya (Abu Ahmadi, 1991:112)
a. Keluarga yang bersifat otoriter  dengan ciri-ciri orangtua lebih dominan.
b. Keluarga demokrasi  dengan ciri-ciri anggota keluarga ini khususnya anak-anak, bersifat fleksibel, dapat menguasai diri, menghargai orang lain, terbuka terhadap kritik dan memiliki emosi yang stabil.
c. Keluarga yang liberal, keluarga ini memiliki ciri-ciri sifatnya agresif, tidak koopratif, dan defensive.
Bentuk keluarga berdasarkan hubungan anggota keluarga dengan dunia luar (Abu Ahmadi 1991:174).
a.       Keluarga terbuka
Yaitu keluarga yang mendorong anggota-anggotanya untuk bergaul dengan masyarakat luas. Anak bebas bergaul dengan teman-temanya. Ayah dan Ibu banyak mempunyai kenalan. Keluarga terbuka bagi tamu. Anggota keluarga mempunyai perhatian masalah-masalah kemasyarakatan.
Keluarga yang bersifat terbuka lebih sedikit mengalami ketegangan-ketegangan daripada keluarga bersifat tertutup, karna pergaulan dengan dunia luar  dapat menghilangkan atau mengurangi beban-beban emosional.
b.      Keluarga Tertutup
Yaitu keluarga yang menutup diri terhadap hubungan dengan dunia luar. Keluarga yang tertutup menghadapi orang luar dengan kecerugian. Hubungan sosial yang intim, kencintaan, afeksi, terbatas dalam lingkungan keluarga sendiri.
Karna tekanan-tekanan batin tidak dapat disalurkan keluar hubungan sosial dengan dunia luar, maka kemarahan, kekecewaan ditumpahkan kepada keluarga sendiri, tetapi keluarga yang tertutup lebih intim dan kompak.    

4. Keluarga dan Masyarakat
Menurut Goode (1991:2) masyarakat adalah adalah struktur yang terdiri dari keluarga dan bahwa keanehan–keanehan suatu masyarakat tertentu dapat digambarkan dengan menjelaskan hubungan kekeluargaan yang berlansung didalamnya.
Bahkan menurut Hassan Shadilly (1984:51) asal terbentuknya masyarakat adalah karna adanya pernikahan dan keluarga, karna pada dasarnya manusia adalah tidak dapat hidup sendiri, maka manusia tertarik hidup bersama dengan orang lain atau berkeluarga, hal ini dikarnakan :
a. Hasrat yang berdasar naluri (kehendak biologis yang diluar penguasaan akal) untuk mencari teman hidup, pertama untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sifatnya biologis dan hal ini terdapat pada semua makhluk hidup.
b. Manusia memiliki kelemahan yang mendesak untuk mencari kekuatan bersama yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain, sehingga dapat berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari dengan usaha bersama.
c. Manusia adalah zoon politikon, yaitu makhluk sosial yang hanya menyukai hidup berkelompok atau setidaknya mencari teman untuk hidup bersama, lebih suka daripada hidup tersendiri.
d. Manusia hidup bersama bukan karena persamaan, melainkan oleh karna perbedaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan dan sebagainya. 
 5. Keluarga dan Perubahan Sosial
Menurut Abu Ahmadi (1991:170) perubahan sosial dapat mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi keluarga. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu adalah :
A. Fungsi Pendidikan
Pada dasarnya keluarga berfungsi dalam mendidik anggotanya, khususnya mendidik anak, akan tetapi kini fungsi tersebut telah digantikan oleh sekolah-sekolah, karena pada saat ini fungsi  sekolah tidak hanya memberikan pendidikan akademik tetapi pendidikan pribadi bagi anak.
 B. Fungsi  Rekreasi
Dengan tersedianya berbagai macam rekreasi yang lebih menarik pada saat ini, membuat anggota keluarga lebih memilih untuk mengunjungi tempat-tempat rekreasi tersebut daripada berkumpul dengan keluarga, sehingga hal itu menimbulkan dampak, seperti:
·         Menjadi lebih bervariasinya jenis-jenis rekreasi yang dialami keluarga.
·         Anggota–anggota keluarga cenderung mencari hiburan di luar keluarga
C. Fungsi Keagamaan
 Proses sekulerisasi dalam masyarakat dan merosotnya pengaruh institusi agama menimbulkan kemunduran fungsi keagamaan keluarga.
D. Fungsi Perlindungan
Dahulu keluarga berfungsi memberikan perlindungan, baik fisik maupun sosial, kepada para anggotanya.Sekarang banyak fungsi perlindungan dan perawatan ini telah diambil oleh badan-badan sosial.
 Perubahan sosial selain merubah fungsi dari sebuah keluarga juga merubah sifat keluarga itu sendiri, dari keluarga tradisional menjadi keluarga modern, perubahan sifat ini menimbulkan perubahan lainnya, misalkan pada keluarga tradisional kekuasan ayah lebih dominan, tetapi pada keluarga modern lebih demokratis, begitu juga faktor perceraian pun berubah dan berbeda oleh terhadap dua macam keluarga ini.
Salah satu bentuk perubahan sosial yang terjadi di masyarakat adalah perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyrakat industri, perubahan masyarakat agraris yang tradisional  menjadi masyarakat industri yang modern telah mempengaruhi perubahan keluarga, yaitu dari keluarga luas menjadi keluarga batih, menurut Abu Ahmadi (1991:172) terdapat tiga alasan yang menyebabkan perubahan tersebut, yaitu :
1.  Industrilisasi menyebabkan keluarga batih menjadi lebih bersifat mobile, mudah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Keluarga tidak lagi terikat oleh sebidang tanah untuk penghidupannya, melainkan mereka akan berpindah ketempat dimana ada pekerjaan. Mobilitas keluarga ini akan memperlemah ikatan kekerabatan dalam keluarga luas.
2.      Industrilisasi dapat mempercepat emansipasi wanita, karena memungkinkan wanita untuk mendapatkan pekerjaan di luar rumah tangga. Emansifasi ini menyebabkan lemahnya fungsi-fungsi keluarga luas  di satu pihak dan memperkuat fungsi keluarga batih di pihak lain.
3.    Industrilisasi telah menimbulkan corak kehidupan ekonomi baru dalam masyarakat. Dalam masyarakat agrarian, semua anggota keluarga: anak-anak, wanita, orangtua dapat turut serta dalam proses produksi pertanian sehingga posisi mereka dalam masyarakat agraris menguntukan dari segi ekonomi, tetapi pada masyarakat industry posisi mereka menjadi beban keluarga.    

C. Tinjauan Tentang Single Parent
Pengertian Single Parent
Terbentuknya keluarga berawal dari pernikahan, pernikahan menurut UU No.1 tahun 1974 pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan  Ketuhanan yang Maha Esa, akan tetapi pada saat ini konsep keluarga bukan lagi seperti yang diungkapkan oleh Khairudin (1996:9) keluarga merupakan salah satu satu kelompok sosial terkecil, biasanya terdiri dari ayah, ibu, satu anak atau lebih dan didalamnya ada kasih sayang, saling mengasihi, dan rasa peduli serta adanya kontrol dan mempunyai motivasi sosial masing-masing dalam keluarga, atau seperti yang diungkapkan Ihromi (2002:5), keluarga sebagai satu kesatuan dari sejumlah orang yang saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam rangka menjalankan peranan mereka sebagai suami, istri, ibu, bapak, anak-anak perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan karna pada saat ini konsep keluarga bisa hanya terdiri dari satu orang tua baik itu ayah atau ibu saja, sehingga dari konsep kelurga yang seperti ini muncul lah konsep single parent.
Pengrtian single parent  menurut Hendi Suhendi (2001:140) adalah keluarga yang terdiri dari orangtua tunggal baik ayah atau ibu sebagai akibat dari perceraian dan kematian .
Penyebab Single Parent
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang menjadi single parent, menurut Goode  terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya single parent yaitu :


1. Perceraian
Menurut Goode (1991:187) Perceraian pada saat ini dapat dikatakan tidak dipandang sebagai hal yang tabu, itu berarti bahwa  perceraian bukan sesuatu yang memalukan dan harus dihindari, Goode berpendapat bahwa penilaian atau pandangan yang menganggap perceraian sebagai suatu pernyataan kegagalan adalah bias. Sistem perkawinan adalah berasal dari perbedaan-perbedaan kepentingan, keinginan, kebutuhan, dan nafsu, serta dari latar belakang sosial budaya dan ekonomi yang juga berbeda. Ketegangan-ketegangan dan ketidakbahagian adalah lazim ada pada setiap perkawinan. Akhirnya pada tingkat tertentu masyarakat dapat memberikan toleransi umum dan memahami bahwa perceraian adalah merupakan salah satu langkah yang harus ditempuh bagi penyelesaian akhir dari perselisihan suami istri.
Pada umumnya tingkat perceraian yang tinggi terjadi pada keluarga konjungnal, menurut Goode (1991:216) sistem sosial sedang bergerak cepat atau lambat ke arah suatu bentuk sistem keluarga konjugal dan juga ke arah industrialisasi. Perubahan sistem keluarga menyesuaikan diri pada kebutuhan industrialisasi. Dengan industrialisasi keluarga tradisional (sistem keluarga yang diperluas atau gabungan) sedang mengalami kehancuran, dimana keluarga konjugal (keluarga inti) cocok dengan kebutuhan industrialisasi
Secara relatif sanak saudara baik secara hubungan karena perkawinan ataupun karena hubungan darah tidak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan sehari-hari dalam keluarga konjugal. Setiap orang mempunyai kebebasan dan menentukan calon pasangan hidupnya sendiri dan selanjutnya pasangan suami istri lebih banyak berbuat terhadap kehidupan keluarga masing-masing. Keluarga luas tidak lagi menyangga pasangan suami istri, dan tidak banyak menerima bantuan dari kerabat, begitu juga sebaliknya. Keluarga luas lebih dapat bertahan daripada keluarga kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Oleh karena itu angka perceraian dalam sistem keluarga konjugal cenderung tinggi (Goode, 1991:106).
Lebih lanjut menurut Goode (1991:212), beberapa faktor yang mempengaruhi perceraian antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukan oleh pasangan suami-istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
b.      Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiyayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan pasangan, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
c.       Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan pasangan.
d.      Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh individu yang ingin bercerai, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlansung tanpa dilandasi adanya cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
e.       Adanya masalah-masalah perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.
Selain kelima masalah diatas, Goode juga berpendapat bahwa masalah seks juga turut mempengaruhi sebuah perceraian, pasangan suami-istri membutuhkan seks sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka dan sarana untuk menghasilkan generasi baru. Berdasarkan berbagai survei di Amerika, 3/4 dari perceraian yang terjadi diberikan kepada wanita. Fenomena ini menggambarkan konsep/paradigma wanita dalam memandang arti perkawinan yang lebih besar bagi mereka dari pada laki-laki, ketergantungan mereka dan kepuasan untuk penyesuaian diri terhadap kehidupan itu sendiri (Goode, 1991: 196). Sebaliknya, terdapat satu pengembangan penelitian yang menemukan bahwa para suami lebih sering melakukan perceraian. Argumentasinya adalah hampir semua waktu, energi dan tenaga suami dihabiskan di luar rumahnya. Kesempatan atau keadaan demikian membuka peluang kepada suami untuk terlibat dalam tingkah laku yang rentan terhadap keharmonisan keluarganya. Suami boleh saja menjalin banyak persahabatan dengan lawan jenisnya. Akibatnya, terjadi jarak atau kurangnya keterikatan kepada rumahnya sebagaimana halnya, istrinya, dan lebih banyak kemungkinan untuk memperoleh kegembiraan hiburan, dan juga kesibukan diluar rumah (Goode,1991:196).           
Goode lebih lanjut menjelaskan bahwa norma-norma persamaan hak modern, kelakuan sang suami itu mungkin membuat sang istri tidak bahagia. Sementara, bagi sang suami, istrinya tidak mempunyai banyak kekuasaan/otoritas untuk mengendalikan atau memaksanya agar mengikuti kemauannya. Sang istri pada permulaan, sedikit kemungkinan menginginkan perceraian, sedangkan sang suami kemungkinan merasa bersalah untuk menuntut hal itu. Hasilnya ialah bahwa laki-laki mungkin mengembangkan pola tingkah laku yang menimbulkan celaan, kutukan dan pelecehan bagi sang istri sebagai bagian dari memuncaknya pertengkaran antar keduanya yaitu membuat dirinya tidak disukai, ia menimbulkan dalam diri istrinya (dengan sengaja atau tidak) keinginan untuk memutuskan hubungan perkawinan (Goode, 1991: 197).
Menurut Goode (1991:220), beberapa cara menanggulangi masalah perceraian antara lain :
·         Saling keterbukaan antara suami-istri dalam menyikapi suatu masalah.
·         Berusaha untuk menghargai pasangan satu sama lain.
·         Jika ada masalah dalam keluarga, hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin dan baik-baik.
·         Saling menyayangi antara pasangan dan menghargai pendapat masing-masing.
2. Kematian
Menurut Goode ( 1991:200) kematian adalah perpisahan yang terhormat.Goode juga mengatakan pada umumnya hubungan antara single parent yang yang ditinggal mati pasangan dengan keluarga pasangannya tidak akan mengalami gangguan, dan menurut Goode  disinilah peran keluarga untuk menghibur dan memberikan dukungan moril pada pasangan yang ditinggalkan, dukungan diberikan dalam situasi sosial yang terkendali, selanjutnya Goode menambahkan pasangan yang ditinggalkan tidak akan merasa sendirian karna dia akan dibuat merasa bagian dari keluarga pasangannya dengan cara diikutsertakan dalam upacara keagmaan untuk kematian.
Tambah Goode hampir pada semua masyarakat, wanita lebih banyak kemungkinan menjadi janda, karena kematian laki-laki lebih tinggi.
3. Ketidaksyahan
Penyebab ketiga yang menyebabkan wanita menjadi single parent adalah wanita tersebut melahirkan anak tanpa ikatan perkawinan yang syah. Anak yang dilahikan tanpa memiliki ayah yang syah melalui pernikahan Goode menyebutnya dengan konsep “Ketidaksahan “, Goode (1991:50) mengatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar pernikahan lebih memalukan pada tingkatan sosial tinggi dan menengah, sehingga tekanan untuk menikah lebih tinggi pada masyarakat kelas atas dan perhatian masyarakat terhadap kelas atas lebih tinggi daripada kelas bawah.
 Goode (1991:53 ) juga berpendapat bahwa ada dua upaya agar kita tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang semacam itu yaitu :
·         Pentingnya menguasai diri, dengan menguasai diri Goode berpendapat bahwa akan muncul rasa bersalah apabila kita berani mengambil resiko untuk melakukan penyimpangan.
·         Pentingnya memperhatikan control sosial yang diberikan sebelum terjadi penyimpangan. 
4. Empty Shell Family
Penyebab terjadinya single parent yang terakhir  adalah wanita atau individu tersebut memiliki atau mengalami empty shell family (keluarga selaput kosong), keluarga selaput kosong digambarkan oleh Goode (1991:204) adalah keluarga dimana orang-orang melaksanakan kewajiban resminya satu kepada yang lain, tetapi tidak memberikan pengertian, kasih atau dukungan dan tidak menaruh minat untuk saling berkomunikasi.
Sebenarnya individu yang memiliki keluaga empty shell family ini tidak membuat sesorang benar-benar menjadi single parent, karna ia tetap hidup bersama pasangannya, walaupun tidak ada komunikasi antar kedua belah pihak dan mereka hidup dalam rumah tangga yang semu, sehingga masalah inti dari wanita yang mengalami ini adalah adanya kendala komunikasi.
Akibat Single Parent
Setiap status dan peranan yang dimiliki oleh seseorang memiliki akibat, termasuk juga status wanita yang menjadi single parent, berikut beberapa akibat yang ditimbulkan karena perubahan status menjadi single parent: 
1. Peran Ganda
Wanita yang menjadi single parent menurut Goode (1991: 198) terdapat proses penyesuaian kembali (readjustment) dalam hal perubahan peran sebagai suami-istri dan memperoleh peran baru, salah satu contoh penyesuaian yang dimaksud oleh Goode adalah dalam hal ekonomi, seperti diketahui bahwa masalah makin meningkatnya kebutuhan hidup akan lebih berat jika dialami oleh wanita yang sebelumnya menggantungkan hidup pada seorang suami atau memilih tidak bekerja. Banyak wanita yang setelah menikah dilarang bekerja oleh suaminya untuk mengurus keluarga. Pada saat ditinggalkan oleh suaminya (meninggal atau bercerai), tidak ada kestabilan secara ekonomi. Saat mencoba mencari pekerjaan, tingkat penghasilan tidak terlalu besar karena faktor pengalaman kerja yang masih minim. Belum lagi belum terbiasa dalam mengurus keluarga sekaligus mencari nafkah,sehingga menurut Goode hal ini menambah hal persoalan ekonomi.
Keadaan akan menjadi sulit apabila  jika anak tidak mempunyai ayah yang syah, atau ayah yang “salah” kewajiban peran orang tua terhadap anak menjadi kacau atau tidak dijalankan, atau bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan, misalkan saja Goode mencontohkan bahwa anak yang orang tuanya tidak menikah tidak diakui oleh keluarga ayahnya, dan baik ayah maupun keluarganya hanya mempunyai sedikit kewajiban hukum terhadap si anak, dan tentu saja ini merugikan bagi wanita single parent yang membesarkan sendiri anaknya.  
Pentingnya sebuah pernikahan orang tua bagi anak yang lahir diluar pernikahan membuat anak tersebut memiliki ikatan secara hukum dengan orangtuanya, sehingga menurut Goode (1991:46) ketiadaan bapak yang syah akan lebih menyulitkan.
2. Krisis Percaya Diri
Menurut Goode (1991:190) masalah utama seorang single parent adalah masalah kepercayaan diri seorang single parent di tengah masyarakat, karena menurut Goode hampir setiap orang yang khususnya menjadi single parent karena ketidaksyahan seperti diketahui bahwa melahirkan di luar pernikahan lebih memalukan pada tingkatan sosial tinggi dan menengah (Goode, 1991:50), sehingga tekanan untuk menikah lebih tinggi pada masyarakat kelas atas dan perhatian masyarakat terhadap kelas atas lebih tinggi daripada kelas bawah. Wanita single parent karena bercerai kehilangan kehormatannya di tengah-tengah masyarakat  walaupun ia tidak dikucilkan sama sekali, begitu juga dengan Wanita single parent yang hidup pada masyarakat yang memegang nilai-nilai ketimuran, diharapkan untuk tidak lansung menikah pasca suaminya meninggal, apabila wanita tersebut tidak memenuhi harapan tersebut maka wanita tersebut akan menjadi bahan gunjingan masyrakat, yang tentu saja menurunkan kepercayaan diri wanita tersebut (Goode, 1991:201-202). 
3. Kenakalan Remaja
Menurut Goode (1991: 205 ) rumah tangga yang mengalami disorganisasi dikarnakan perceraian umumnya berdampak pada timbulnya kenakalan pada remaja, khususnya angka kenakalan remaja lebih tinggi pada  remaja yang mengalami disorganisasi keluarga karena orangtuanya bercerai daripada yang disebabkan oleh kematian salah satu orangtuanya, kenakalan remaja ini timbul karena menurut Goode ketiadaan model peran yang yang memuaskan bagi anak untuk dijadikan contoh bagi anak untuk melakukan penyesuaian terhadap peraturan-peraturan sosial.
D.  Ciri-Ciri Orang Tua Yang Ideal 
Untuk diketahui bahwa wanita single parent yang juga seorang ibu bagi anaknya ,menurut Soerjone Soekanto  (1992:116) perannnya sebagai ibu pada masa kanak-kanak anaknya adalah besar sekali, sehingga dapat dikatakan bahwa pada awal proses sosialisasi, seorang ibu mempunyai peranan yang besar sekali dan ibu harus mengambil keputusan-keputusan yang cepat dan tepat yang diperlukan pada periode itu, jika wanita tersebut tidak mampu menjalankan perannya dengan baik, maka anak di kemudian hari kelak tidak mandiri.
Sedangkan menurut Goode (1991: 143) peran ibu adalah menghibur, merawat dan mendamaikan kembali mereka yang berselisih.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa menjadi single parent adalah hal yang tidak mudah karena harus merawat, mendidik dan membesarkan anak seorang diri, maka seorang single parent harus bisa menjadi seorang ayah sekaligus seorang ibu, dan baik orang tua maupun anak mengharapkan bahwa orangtua hendaknya bersikap ideal.

Menurut Soerjono Soekanto (1992:6) ciri-ciri orang tua yang ideal adalah sebagai berikut :
1.      Orangtua seyogyanya bersikap tindak logis (sa’barene). artinya, orang tua dapat membuktikan apa atau mana yang benar dan yang salah.
2.      Orang tua seyogyanya bersikap tindak etis (sa’mestine). Artinya, bersikap tindak yang didasarkan pada patokan tertentu, sehingga tidak asal saja atau sembrono.beberapa ukuran sikap tindak etis itu adalah :
·      Tidak serakah.
·      Mampu tidak berkurangan tetapi tidak serba kelebihan.
·      Tidak berlarut-larut.
3.      Ciri yang terakhir adalah bahwa orang tua itu seyogyanya bersikap tindak estetis (sakepenake). Artinya adalah, seharusnya orang tua hidup enak, tanpa menyusahkan orang lain.
Sementara itu sebagai orangtua yang ideal, hendaknya wanita single parent harus mampu mengatasi persoalan yang dihadapi anak akibat terjadinya single parent , menurut Hendi Suhendi (2001: 142) cara untuk mengatasi persoalan yang dihadapi anak akibat terjadinya single parent antara lain :
·         Mengajarkan anak dalam menghadapi peristiwa yang mungkin terjadi.
·         Mengenalkan kepada anak emosi yang timbul seperti marah, rasa takut dan rasa bersalah.
·         Menekankan hidup untuk masa depan daripada masa lampau.
·         Membantu hubungan anak dengan orang lain agar lebih aktif daripada upaya mengendalikan hubungan tersebut.
·         Menghindarkan anak dari pemberian kasih sayang yang emosional yang sifatnya merusak.
·         Mengajarkan kesempatan kepada anak untuk memikul sesuatu tanggung jawab dalam menghadapi kehidupan yang diakibatkan oleh suatu hubungan antar orang.
·         Mengajarkan kepada anak menghormati mantan pasangan.    
E.       Kerangka Pikir
Setiap individu pada dasarnya ingin membangun rumah tangga yang bahagia, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu hadir faktor-faktor yang sifatnya destruktif seperti perceraian, kematian, dan kegagalan komunikasi, sehingga menyebabkan individu tersebut mengalami disorganiasi keluarga.
Disorganisasi keluarga tersebut menyebabkan peran baru bagi individu tersebut salah satunya adalah individu tersebut menjadi single parent atau orangtua tunggal, perannya sebagai orang tua tunggal pun menyebabkan berbagai dampak bagi individu tersebut dan orang-orang di sekitarnya.
Penelitian ini akan mengetahui potret wanita single parent mulai dari akibat hingga dampak dari statusnnya tersebut di desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin kabupaten Pesawaran,sebagai acuan penelitian, peneliti mengacu pada pendapat Goode (1991:196), peneletian ini sesuai dengan teori fungsional structural yang cenderung melihat segala sesuatu itu saling berkaitan dan segala sesuatu itu merupakan satu kesatuan system, sehingga teori ini melihat bahwa keluarga adalah sebuah struktur yang tiap-tiap anggotanya memiliki peran dan fungsi, apabila fungsi tersebut tidak ada atau tidak berjalan, maka akan menimbulkan akibat bagi yang lainnya (Hendi Suhendi, 2001:161), terkait dengan penelitian ini bahwa apabila wanita tersebut menjadi single parent dalam artian wanita tersebut tidak memiliki patner dalam menjalankan fungsi rumah tangga karena disebabkan oleh perceraian,kematian,ketidaksyahan atau wanita tersebut mengalami empty shell family ,maka ketidaan patner tersebut menimbulkan akibat seperti adanya peran ganda, krisis percaya diri, dan kenakalan remaja, dan inilah alsan mengapa penelitian ini menggunakan teori fungsional structural. Berikut ini akan disajikan skema kerangka pemikiran yang menjelaskan proses penelitian ini  .  
Gambar 1. Kerangka Pikir
Penyebab Single Parent:
1.      Perceraian
2.      Kematian
3.      Ketidaksyahan
4.      Empty Shell Family
Akibat Single Parent  :
1.      Peran Ganda
2.      Krisis Percaya Diri
3.      Kenakalan Remaja

SINGLE PARENT
 
        



III. METODE PENELITIAN
A.      Tipe Penelitian
 Menurut Sugiyono (2008:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dan berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yaitu:
1.      Cara ilmiah berati kegiatan penelitian itu didasarkan pada cirri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis
2.      Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.
3.      Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.
4.      Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. 
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, menurut Sugiyono (1991:7) lebih lanjut metode kulaitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat pospositivisme dan metode kulitatif  juga sering juga disebut metode penelitian naturalistic dan dalam penelitian kulitatif dituntut  untuk dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan dan dilakukan oleh informan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena data-data yang dikumpulkan di lapangan adalah data-data yang berbentuk kata dan perilaku,kalimat dengan latar alamiah dan peneliti sendiri sebagai instrumennya,selain itu digunakannya metode kualitatif karena untuk memahami fenomena terkait dengan single parent secara mendalam.
Setelah data-data diperoleh data-data tersebut digunakan untuk menjelaskan dan medeskrifsikan fenomena sosial yang diteliti. Mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
B.       Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono (2008: 290) fokus penelitian dalam penelitian kualitatif  merupakan batasan masalah agar hasil penelitian lebih terfokus dikarnakan adanya keterbatasan, baik tenaga, dana dan waktu.
Penelitian ini difokuskan pada dua hal seperti yang terdapat dalam rumusan masalah yang kemudian akan dikembangkan berdasarkan atas pedoman wawancara yang telah penulis buat sebelum melakukan penelitian dilapangan, adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah potret wanita single parent dilihat dari sisi penyebab dan akibat di desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin kabupaten Pesawaran. 
C.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin kabupaten Pesawaran.
Alasan dipilihnya lokasi ini adalah karena fenomena single parent  kini telah memasuki wilayah pedesaan termasuk desa Sidodadi, selain itu secara teknis lokasi ini dipilh karna dapat memenuhi standar kualifikasi sehingga mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data.

D.      Informan Penelitian
Sanafiah Faisal (1990:45) dengan mengutip pendapat Spradley mengatakan bahwa hendaknya informan memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkuturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui , tetapi juga dihayatinya
2.      Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.
3.      Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi.
4.      Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri.
5.      Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing”dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.
Berdasarkan kriteria tersebut maka informan dalam penelitian ini adalah wanita di desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin kabupaten Pesawaran yang menjadi single parent atau wanita yang berstatus janda dan memiliki anak, jumlah informan ditentukan pada saat pelaksanaan penelitian.
Alasan mengapa mengambil informan wanita single parent yang memiliki anak agar memperoleh informasi yang tepat, benar, dan selengkap-lengkapnya, kemudian peneliti juga dapat mengetahui penyebab dan akibat apa dari status single parent tersebut di  desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin kabupaten Pesawaran
Metode yang digunakan dalam penentuan informan ini adalah menggunakan metode snowball sampling dimana menurut Sugiyono (2008:219) snowball sampling adalah tekhnik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit ,lama-lama menjadi besar, caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan lalu selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari informan sebelumnya, peneliti dapat menetapkan informan lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap.
E.       Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2008:224) teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling strategis dalam penelitian dan berguna untuk mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, maka adapun  teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan peneliti adalah sebagai berikut :
A.    Wawancara Mendalam
Wawancara yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data melalui percakapan lansung dengan para informan yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Wawancara mendalam akan dilakukan dengan dengan menggunakan pedoman wawancara yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada informan. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan kepada informan terarah tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan serta suasana tetap terjaga agar kesan dialogis dan informal.
B.     Observasi
            Teknik observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data melalui pengamatan dan pencatatan lansung tentang objek yang akan menjadi topik kajian dalam penelitian ini. Penggunaan teknik observasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap fenomena yang tidak diperoleh melalui teknik wawancara dan teknik digunakan karena dapat mendukung data yang diperoleh melalui wawancara, sehingga akan diketahui apakah data yang akan diberikan informan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
F.       Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2008 : 244 ) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilah mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif,  dengan tahapan sebagai berikut :
1.      Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2008 :247).
2.      Penyajian Data (Display Data )
Penyajian data dilakukan dalam uraian singkat, sesuai yang dikatakan menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2008 : 249), yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif .

3.      Penarikan Kesimpulan ( Verifikasi Data )
Langkah terakhir yang dilakukan dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan,  Sehingga hasil wawancara dari informan ditarik kesimpulannya sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Pada tahap ini data yang telah dihubungkan satu dengan yang lain sesuai dengan konfigurasi ditarik suatu kesimpulan dalam data tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Penddikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Faisal, Sanafiah. 1990. Format-Format Peneitian Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.
Goode ,William J.1991. Sosiologi Keluarga. Bumi Aksara. Jakarta.
Ihromi, Tapi Omas. 2002. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia.
Khairudin, H. 1996. Sosiologi Keluarga. Penerbit Nurcahaya. Yogyakarta.
Melia, Djaja S. 2008. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan. Nuansa Aulia. Bandung.
Shadily, Hassan. 1984. Sosiologi Untuk  Masyarakat Indonesia. Bina Aksara. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi Keluarga (Tentang Ikhwal Keluarga ,Remaja,Dan Anak. Rineka Cipta,Jakarta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Alfabeta. Bandung.
Suhendi, Hendi. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Pustaka Setia. Bandung.
Suparlan, YB. 1990. Masalah Perkawinan. Rajawali Press. Jakarta.

1 komentar:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 8 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif : arena-domino.net
    100% Memuaskan ^-^

    BalasHapus